Rabu, 12 Oktober 2016

Berbagi cerita : Menari Bali dan Keajaiban Tuhan

Menari adalah suatu hobby yang walaupun melelahkan tetapi tetap merasa bahagia. Tetapi menari saat badan mulai tidak fit adalah tantangan tersendiri bagi ku. 

Rabu pagi itu, tepat pukul 05.30 WIB aku terbangun dari tidur yang cukup melelahkan. Karena pada malam itu suhu tubuh ku kembali tinggi tetapi aku masih harus memotong musik tarian karena permintaan tarian hanya 5 menit sedangkan musik yang sebenarnya 7 menit. Aku berlari ke kamar mandi, yang ada dalam pikiran ku adalah aku melakukan segalanya harus secepat mungkin. Mempoleskan foundation, bedak, eye shadow, dan perlatan make up lain dalam waktu 15 menit walau hasil make up pas pas-an yang penting bermake up dan berlipstik.

Sebelum meluncur ke rumah sakit, tempat dimana aku menari, dopping Santagesik (metamizole) injeksi dan neurosanbe injeksi, itu bukan narkotika dan sejenisnya lho.. hanya mencegah agar tidak pingsan saat menari.

Survior akreditasi rumah sakit sudah akan tiba pukul 07.30, aku pun baru saja tiba pukul 07.15 hingga membuat semua orang di farmasi gelisah. Dalam waktu 10 menit pakaian menari sudah terpasang dibadan ku tetapi kendala flash disk yang tak mau terbaca hampir saja tarian dibatalkan. 

Dalam waktu kurang dari 5 menit musik dan aku telah siap dipintu masuk loby RS, menyambut 3 survior dari KARS, sambil melenggak lenggokkan tubuh ku secara totalitas, memasang senyum, berusaha mengeluarkan aura dan mengiringnya hampir ke tangga lantai 2 rumah sakit, tempat dimana acara penilaian akreditasi.

Setelah tarian selesai, aku rebahkan tubuh ku di atas lantai instalasi farmasi. Detak jantung ku mulai cepat, tapi rasa nyeri dibadan ku terabaikan oleh sorak kru instalasi farmasi. Setelah puas berfoto dengan mereka, nadi ku mulai melemah dan kepala ku seperti kekurangan aliran darah. Dan tak sadar aku tertidur diatas meja, Hingga akhirnya aku dibawa ke IGD, Sempat menolak untuk opname tapi tekanan darah 80/50 mmHg dan nadi 56 x permenit dan sepertinya aku juga tidak bisa bertahan dengan suhu yang meningkat pada jam-jam tertentu terhitung sejak hari sabtu. Dan alhasil ternyata urine yang berwarna seperti teh yang sempat aku abaikan adalah gejalanya. Dari hasil USG ditemukan 4 batu ginjal berukuran kecil dan pembekakan ringan pada ginjal. Dan dari mujizat dan keajaiban Tuhan, batu itu hilang setelah USG ulang karena hasil BOF (seperti foto rontgen) yang disimpulkan tidak ada batu dan tidak ada pembekakan. 

Satu hal yang membuatku tersadar yaitu Tuhan yang selalu membawa ku kembali ke jalanNya dan mendekatkan diriku padaNya. 

Rabu, 25 Mei 2016

Everlasting Love

Malam ku menyiksa dalam hampa ruang tidur ku
Ku redam hati yang merindu
Melawan derai air mata yang menetes
Kini kau pun semakin jauh
Jauh hingga tak mungkin untuk ku sentuh lagi
Raga mu yang dekat dengan ku, tapi musnah sudah bagi ku

Satu pertanyaan dalam benak..
Mengapa Tuhan menjauhkan ku dengan dia
Dia  yang terkasih telah jauh
Dia  adalah bahagia ku
Saat melepas semua yang terkasih..
Kenanganlah yang berbicara
seperti dalam syair "Hal yang ingin ku lupa justru semakin nyata"

Berjalan maju dengan menutup tirai dibelakangku
Menemukan dia yang lain yang berusaha membuat ku bahagia
Tetapi malam masih menyiksa ku
Ku jaga hatinya agar tak seperti hati ku yang tlah hancur
Tapi seperti ku hidup dalam sandiwara yang tlah ku buat

Hai diri mu yang telah jauh..
Aku masih berdiri di tempat yang sama
Sudah ku hentikan langkah maju ku
Dan aku sudah mulai menyerah untuk menutup semua tirai di belakang ku
Masih berharap kau kembali berdiri disebelah ku selama ku masih bisa  melihat jam berdetak


Selasa, 12 Januari 2016

Kedung Tumpang


Kedung Tumpang

Saat tugas akhir yang mulai mengahadang ku, tetapi jadwal dinas yang juga sudah terpampang di depan mata, aku harus tetap bisa mengahadapi keduanya dan mengesampingkan beberapa masalah yang terjadi saat itu. Semangat ku ya teman teman ku.. liburan yang menjanjikan akhirnya seperti vitamin penguat tubuh ku.

Kedung Tumpang yang sempat hits di instagram, akhirnya jadi sasaran ku dan teman-teman ku. Berangkat dari Ponorogo menuju ke Tulung Agung dengan satu mobil bertujuh wanita dan seorang sopir laki-laki kita pun meluncur.

Jalanan menuju pantai yang lumayan berbatu dan tanjakan yang terlalu curam, kita menempuh dengan hati-hati. Walau tak terlalu jauh dari jalan besar, tapi cukup memakan waktu.

Setiba disana, banyak pantai yang bisa dikunjungi lhoo... setelah memparkir mobil, kita menyewa ojek yang menurut ku tak terlalu mahal. 1 sepeda motor hanya merogoh kocek 10.000 rupiah. Jalannya memang agak ekstrem, tanjakan dengan jurang dibagian kanan dan kiri dan pasir berbatu tak membuatku takut malah kagum menikmati pemandangan, karena sudah pemanasan saat di puncak B29 hahaha...

Mengintip pantai kedung tumpang
Dan ternyata, setelah turun dari motor ojek belum dihadapkan air laut seperti dibayangan ku. Masih harus turun tebing. Wow.. saat itu tak ada persiapan energy, fisik, sepatu, dll. Medan curam berbatu dan berpasir serasa turun gunung yang mungkin bakalan menghabiskan waktu sekitar 1 jam. Jadi, harus ada persiapan alas kaki yang pas, bukan pake wedges seperti yang ku pakai dan beban punggung harus di perhitungkan juga.

Setelah perjuangan sejam telah usai, wooooowwwww.... pantai yang sungguh menakjubkan. Deburan ombak yang terdengar jelas, ukiran tebing yang sungguh indah, langit indah luas seperti membebaskan pikiran ku, dan jernihnya kolam yang menarikku untuk berenang saat itu,
Kolam Pantai Kedung Tumpang

Ombak yang mengalir di Kedung Tumpang

Deburan ombak Kedung Tumpang

Berfoto, tertawa, terdiam, merenung, bercerita, bercanda kita lakukan saat itu, sambil bersyukur pada Tuhan yang memberi kesempatan untuk menikmatinya. Seharusnya masih ada beberapa pantai yang ingin kami kunjungi saat itu, tapi matahari yang sudah ingin tenggelam memaksa kami untuk naik kembali mengikuti jalan terjal. 


Saat ku menemukan sedikit celah, ku sempatkan untuk mengambil gambar dengan kamera ku. Dan saatnya untuk menikmmati perjalanan dengan ojek untuk kembali ke tempat parkir mobil kami, dan meluncurlah kami ke Surabaya

Kedung Tumpang dari ketinggian