Padatnya
aktifitas sebagai mahasiswa dan pekerja membuat ku sangat jenuh. Belum lagi aku
harus menyiapkan dance untuk lomba antar
rumah sakit. Huh, penat sekali
rasanya. Tapi begitu melihat tanggal merah dikalenderku, rasanya seperti dapat
rejeki nomplok. Wisata Bromo yang tersohor itu akhirnya menjadi pilihan kami
untuk merefresh diri. Selain hemat, juga letaknya tak terlalu jauh dari
Surabaya.
Aku, Cindy,
Anggar, Elok, Ziana, Elsa, dan Delfi adalah mahasiswa kebidanan, tapi mendaki gunung
yang baru saja meletus ditahun 2011 itu bukan masalah lagi bagi kami. Pukul 9
malam, kami berangkat ke Gunung Bromo, yang tepatnya di Probolinggo. Jalanan
curam dan gelap yang dilalui mobil kami, sempat membuat kami takut dan ngeri, maklum
inilah pengalaman pertama kami. Hembusan udara dingin serasa membuat kami
seperti telanjang dan mandi air es
dimalam hari. Selapis kaos, jaket, sarung tangan dan masker tak mampu
melawan suhu 10 hingga 0 derajat celcius di daerah ini, hingga akhirnya aku
menambahkan selapis lagi baju kaos plus
jaket.
Pukul 4 pagi
kami bergegas untuk memulai perjalan menuju puncak gunung dan tak sabar
untuk memotret keindahan kawah gunung
Bromo. Karna mobil umum hanya boleh masuk sampai batas pintu masuk gunung, jadi
kami harus melanjutkan perjalanan ke puncak Bromo dengan ojek atau hardtop,
mobil jeep yang disewakan. Biarpun kami calon bidan yang terkenal kalem,
anggun, dan lemah lembut, tapi kami lebih memilih untuk berjalan kaki.
Bak grup
penyanyi 7 Icons, kami berfoto ria di
lautan pasir sambil menyaksikan dan mendorong beberapa sepeda motor yang mogok karena tersendat pasir. Tawa ria canda kami
membuat ku lupa akan kegelapan lautan pasir yang gersang itu. Hingga kami
sedikit panik saat kami terjebak di tengah lautan pasir, dikelilingi jalan
untuk lahar seperti selokan yang
berpasir, berbatu dan sangat dalam. Dari pada kami harus kembali, akhirnya kami
memutuskan untuk bahu- membahu menyebrangi jalan lahar itu.
Pukul 05.30 kami
sudah sampai di kaki gunung. Sayangnya, harapan untuk melihat cantiknya sunrise tak terwujud. Tapi berfoto
berpose dengan background pemandangan Gunung Batok di sisi sebelah Gunung Bromo
membuat kami terhibur. Hari sudah mulai terang, matahari sudah mulai
menghangatkan kami. Berbagi jalan dengan kuda-kuda sewaan dan 250 tangga sudah
kami lampaui, dan kemudian terkagum-kagum menyaksikan suguhan keindahan kawah Gunung
Bromo. Merasakan aroma khas belerang. Hmm,
sungguh pengalaman yang tak terlupakan. Kamera SLR tak pernah lepas dari
leherku,berkreasi mengambil gambar teman-temanku dengan latar awan biru membuat
kepuasan tersendiri bagiku. Kemudian ku sorotkan kamera ku pada pura di tengah
lautan pasir itu menambah kehangatan suasana yang mengingatkanku pada Tuhan
yang menganugrahkan semuanya ini. Tak kusangka
medan berat sepanjang 10 km telah kami lalui, padahal sebelumnya kami tak
pernah merasakan perjalanan jauh.
Tiupan angin
menghembuskan pasir semakin membuat kami sulit bernafas, matahari sudah
bergeser dari ufuk timur, saatnya kami harus kembali ke kota pahlawan. Eits, tapi bukan berarti kami berhenti
eksis berfoto lagi lho. Saat berjalan
kembali menapaki lautan pasir, tak jarang kami temui bule disana, mengajak bule
beraction di kameraku menambah seru suasana pagi itu. Memandang si mobil
bersantai di parkiran, memuramkan wajah kami, dan berseru kembali saat membuka
sepatu kami yang penuh pasir. Hingga diperjalanan senyuman kecil masih
bergelayut di bibir kami. Nah.. sekarang aku dan si para calon bidan siap
memulai kembali aktifitas serunya dikampus.